PENGEMBALIAN ASET PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM HUKUM INTERNASIONAL DAN IMPLEMENTASINYA PADA HUKUM NASIONAL INDONESIA
Abstract
Korupsi sebagai kejahatan luar biasa mendorong setiap negara untuk menanganinya dengan tindakan-tindakan yang luar biasa pula. Korupsi mengakibatkan efek domino bagi sistem pembagunan sebuah negara. Untuk menyelamatkan negara dari penurunan kesejahteraan, terdapat kecenderungan global yang ditunjukkan dengan maraknya penerapan sita hasil tindak pidana (asset recovery). Hukum internasional menganggap korupsi sebagai salah satu tindak pidana yang dapat dilakukan secara lintas batas, dan karena itu harus diatur dalam Hukum Internasional. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan instrumen pemberantasan korupsi pada tahun 2003 yaitu United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) sebagai pedoman bagi negara-negara anggota PBB yang memiliki komitmen dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi. Penelitian ini menggunakan metode normatif-deskriptif dengan pengumpulan data sekunder. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan lebih lanjut terkait sejauh mana hukum internasional mengatur pengembalia aset dan implementasinya dalam hukum Indonesia. Penelitian ini menunjukkan bahwa hukum internasional mengatur pengembalian aset pada Pasal 51 UNCAC dan hukum Indonesia memuat ketentuan ini dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang PemberantasanTindak Pidana Korupsi. Namun undang-undang saat ini masih menitikberatkan pada pemenjaraan terhadap pelaku daripada pengembalian aset negara yang hilang akibat korupsi, padahal sebenarnya tujuan utama pemberantasan korupsi adalah pengembalian aset yang hilang untuk dikembalikan kepada negara.
Keywords
Pengembalian aset, Hukum Internasional, Hukum Nasional
Full Text:
PDFDOI: http://dx.doi.org/10.24127/lr.v6i1.1847
Refbacks
- There are currently no refbacks.